EVENT 2022

HEALTHCARE OUTLOOK 2022

Healthcare Outlook 2022 “Lingkungan Baru dan Kecukupan Sediaan Farmasi, Vaksin, dan Alat Kesehatan”

Sepanjang tahun 2021 Indonesia menghadapi berbagai tantangan pembangunan kesehatan, khususnya terkait lonjakan kasus Covid-19 di awal tahun sampai Oktober 2021. Upaya pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia sejak awal 2020 telah menjadi pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan kesehatan akan pentingnya memperkuat sistem layanan kesehatan agar kuat dan tangguh dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan di masa-masa mendatang.
Pada saat puncak pandemi di Indonesia pada paruh kedua tahun 2021, Indonesia menghadapi kesulitan oksigen, obat-obatan, alat tes dan terjadi perang harga yang tidak sehat. Selain obat, alat, bahan reagen test antigen maupun PCR menjadi kontroversi dan memicu perdebatan harga sehingga pemerintah turun tangan menetapkan harga maksimum. Program vaksinasi yang sejak awal digadang-gadang penggunaan vaksin Sinovac ternyata berhadapan dengan masalah suplai dan pilihan penduduk akan vaksin tertentu. Bahan baku obat off patent sangat tergantung dengan mekanisme impor, khususnya dari China dan India, yang juga menimbulkan perdebatan kualitas produk. Karena sampai saat ini, hampir semua vaksin COVID-19 dibeli oleh pemerintah, masyarakat belum memiliki informasi tentang harga pasar. Pemerintah mengalokasikan Rp 87 Triliun untuk membeli vaksin COVID-19 di tahun 2021. Nilai ini hampir sama dengan nilai seluruh obat yang dipasarkan di Indonesia. Sementara itu, pemerintah sudah mengantisipasi untuk melepas vaksinasi COVID-19 dengan mekanisme pasar pada tahun 2022.
Pengalaman pandemi COVID-19 telah membuka mata pemerintah tentang lemahnya sistem kesehatan dan rawannya produksi perbekalan kesehatan. Hal itu mendorong pemerintah menetapkan kebijakan insentif produksi dalam negeri, sejalan juga dengan tekad pemerintah untuk memperkuat produksi dalam negeri di berbagai sektor. Berbeda dengan produk-produk yang tidak membutuhkan teknologi tinggi dan bukan barang esensial seperti obat dan vaksin, keharusan persentase tertentu kandungan lokal dapat menghambat suplai obat, vaksin, dan alat kesehatan.
Selain itu, pemberlakuan Perpres No.12/2021 tentang Implementasi Pengadaan Barang dan Jasa belum mampu mengakomodir beberapa tujuan dari diberlakukannya PP tersebut, yaitu mendukung pelaksanaan penelitian sebagai bagian dari inovasi serta meningkatkan pengadaan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan peneliti yang kuat akan menciptakan inovasi-inovasi yang faktor penting dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan dan penurunan biaya dalam jangka panjang. Namun pemberlakuan Perpres No.12/2021 agaknya belum mendukung hal tersebut. Selain itu , merujuk pada terbatasnya kapasitas produksi lokal yang sejatinya belum mampu mencakup kebutuhan nasional, dapat menghambat pengadaan yang berkelanjutan apabila hanya mengandalkan produksi dalam negeri saja.
Berproses ke depan, perlu diketahui sejauh mana persaingan dan juga mekanisme pasar dapat memperbaiki kualitas obat dan alat kesehatan dengan harga yang lebih terjangkau tanpa mengorbankan kualitas? Apa syarat yang harus segera disiapkan oleh industri dan apa saja insentif yang diberikan pemerintah agar industri dapat memenuhi suplai produk inovatif di bidang Kesehatan?

Melalui Webinar “Health Care Outlook 2022” akan mencoba menggali isu-isu terkait sekaligus mencermati bagaimana kebijakan produksi obat, vaksin, dan alat kesehatan dalam negeri dapat menjawab kebutuhan perbekalan kesehatan dan bagaimana pula dampak harga dengan persaingan produk dalam negeri sebagai substitusi

DIALOG PARA PEMANGKU KEPENTINGAN “MASA DEPAN PENYINTAS KANKER DI INDONESIA”:

INOVASI PEMBIAYAAN KESEHATAN UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN PENGOBATAN KANKER

Future Of Indonesian Cancer Patients: Innovation In Health Financing For A Sustainable Health Services

Jakarta, 05 Maret 2022 – Masih dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia 2022, Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) atau dikenal juga dengan INAHEA (Indonesian Health Economics Association) menyelenggarakan kegiatan dialog dengan para pemangku kepentingan mengusung tema ”Masa Depan Penyintas Kanker di Indonesia: Inovasi pembiayaan kesehatan untuk keberlanjutan layanan pengobatan kanker”. Melalui kegiatan ini IEKI bersama dengan para pemangku kepentingan membahas tantangan yang dihadapi dalam penanganan kanker saat ini, terutama dengan adanya keterbatasan akses terhadap pengobatan inovatif dan bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengimplementasikan berbagai inovasi dalam pembiayaan kesehatan agar layanan pengobatan kanker, terutama dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat terus mengikuti perkembangan teknologi kesehatan yang pada akhirnya akan memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi para penyintas kanker di Indonesia.

Kanker adalah penyakit tidak menular dengan angka insiden dan kematian yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya sehingga perlu menjadi prioritas dan fokus semua pihak. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berhasil membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk penyintas kanker, untuk mendapatkan penanganan dan perawatan atas kondisi kesehatan yang dialami. 

Saat ini, perkembangan teknologi pengobatan kanker terus memberikan peningkatan harapan dan kualitas hidup bagi penyintas kanker, namun di sisi lain Pemerintah mengalami keterbatasan pembiayaan untuk menambahkan berbagai pengobatan inovatif ke dalam cakupan JKN. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh The Swedish Institute for Health Economics (IHE) di tahun 2021, ditemukan bahwa negara dengan alokasi pembiayaan kanker yang lebih tinggi menunjukkan keberhasilan penanganan kanker yang lebih baik dibandingkan negara yang memiliki alokasi pembiayaan kanker lebih rendah. Oleh karena itu, pengimplementasian pembiayaan kesehatan yang inovatif dapat menjadi salah satu solusi pendanaan kesehatan. Hal ini tentu memerlukan kolaborasi dengan berbagai pihak sehingga dapat membantu pemerintah untuk memperluas cakupan pengobatan untuk seluruh masyarakat.

gLOBAL SOLUTIONS SUMMIT WORKING SESSION

tASK FORCE 6 T20/G20 INDONESIA

CROSS-COUNTRIES EQUITABLE ACCESS TO INNOVATIVE MEDICINES

The Global Solutions Initiative is a global collaborative enterprise comprised of a network of world-renowned think tanks. It proposes policy responses to major global problems, addressed by the G20, the G7 and other global governance forces. The Global Solutions Initiative’s mission is to provide an intellectual backbone for the T20 process and thereby for the G20, pursued in the spirit of global citizenship for the recoupling of economic, social, political and environmental prosperity. The theme of the Global Solutions Summit (GSS) 2022 is “Listen to the world: Promoting social well-being within planetary boundaries”. It covers the priorities of the G20 and G7. It aims to be a steppingstone to the G/T20 and G/T7 Summits, a place where Think20 and Think7 Task Forces can discuss their work with regard to their policy briefs and where multistakeholder decision-makers can discuss collective approaches to G20 and G7 problems.

The T20 Indonesia is committed to maintain consistency in the agenda-setting to address the most challenging international problems. Thus, the T20 main activities will be spearheaded by 9 (nine) task forces. Each task force commits to curate the best solutions from the global pool of experts and researchers to address various priority issues. One of the Task Forces (TF) of T20 Indonesia is Global Health Security and COVID-19 (Task Force 6/TF-6) chaired by Hasbullah Thabrany, former Dean and Professor of Health Economics and Policy of the School of Public Health Universitas Indonesia. Currently, there are 10 (ten) Policy Areas to be the focus of TF6 T20 that attempt to cover the priorities of G20 and potential health issues that potentially strengthening health systems and various health programs, especially in developing countries (low- and middle-income countries, LMICs) to recover from COVID-19 Pandemic together and stronger.

The availability of innovative treatment is potential to improve the access of essential services medicines. The advance of medical and pharmaceutical technologies has delivered many of new innovative medicines that are much safer and more effective. However, as the costs of research and development of new innovative medicines are high, the prices of those medicines are expensive or very expensive in some developing countries or small countries due to economic scales. Therefore, many patients such as cancer or other chronic, hereditary, or congenital diseases in developing countries may suffer from lack of access of those innovative medicines.

These inequitable conditions will go for many years to come and the SDG indicators of 3.8.2 may continue to demonstrate high proportion of catastrophic out of pocket expenditures on low- and middle-income countries. Cross countries’ experience dealing with such inequity need to be addressed. Indonesia is looking for innovative financial and or other arrangements to solve inequitable access to innovative medicines nationwide. A mechanism that allows cross-sectoral responses will be necessary for responses to minimize the impact of inequitable access of innovative treatments, especially those that are required by patients of chronic diseases. Also, give greater consideration to factors such as health promotion for preventable chronic disease risks, which have a significant impact on health crisis response and need to be addressed in normal times.

On the 2022 GSS Hybrid Session, TF6 will associate a session named “Cross-Countries Equitable Access to Innovative Medicines” as one of the impactful and feasible recommendation from TF6 T20 Indonesia with regard to providing equitable access to innovative medicines in Indonesia as well as in other G20 countries and possibly beyond. This session was co-organized by Center for Health Administration and Policy Studies Universitas Indonesia (CHAMPS UI) as the Host of TF6 and Indonesian Health Economics Association (InaHEA) as the one the Co-Hosts of TF6.

TASK FORCE 6 : GLOBAL HEALTH SECURITY & COVID-19

PUTTING PEOPLE AT THE CENTER OF THE HEALTH SYSTEM

ADVANCING HEALTH FINANCING, STRENGTHENING PRIMARYCARE, ENGAGING PUBLIC AND PRIVATE SECTORS

Jakarta, 27 & 28 Juli 2022 – Sebagai co-host dari Task Force 6 (TF6) T20 Indonesia, Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) atau dikenal juga dengan INAHEA (Indonesian Health Economist Association) bersama dengan United States Agency for International Development (USAID) akan menyelenggarakan webinar yang berjudul: “PUTTING PEOPLE AT THE CENTER OF THE HEALTH SYSTEM: Advancing health financing, strengthening primary care, engaging public and private sectors”. Salah satu Task Force (TF) dalam T20 Indonesia adalah Global Health Security and COVID-19 (Task Force 6/TF-6) yang mencakup 10 (sepuluh) area kebijakan. Webinar ini berfokus pada Area Kebijakan ke-3 yaitu: investment and reform of health systems to guarantee their resilience to achieve Universal Health Coverage (UHC).

Melalui forum webinar ini para pembicara membahas upaya di berbagai negara dalam penguatan layanan kesehatan primer sebagai pintu masuk (gatekeeper) masyarakat untuk mengakses sistem layanan kesehatan nasional  memajukan pelayanan kesehatan melalui kerjasama sektor swasta maupun pemerintah. Pandemi global telah mempengaruhi setiap aspek masyarakat baik dari kesehatan, pendidikan, hingga perdagangan internasional. Pada saat yang sama, kesenjangan kapasitas di berbagai negara dalam mengatasi krisis yang masih berlangsung menjadi tantangan dalam menghadapi berbagai masalah dan krisis bersama saat ini. G20 Indonesia mendorong semua negara untuk bekerja sama untuk mencapai pemulihan dunia yang lebih kuat dan berkelanjutan, sesuai dengan tema G20 2022: “Recover Together, Recover Stronger”.

Ada tiga bidang utama dari Presidensi G20 ndonesia, yaitu: (1) arsitektur kesehatan global, (2) transformasi digital dan ekonomi, dan (3) transisi energi. Kolaborasi yang kuat dari para ilmuwan sangat penting untuk mengubah visi menjadi tujuan yang nyata. Think20 (T20) adalah forum think tank global dan para ahli untuk menyajikan analisis komprehensif terkait diskusi yang sedang berlangsung di G20, termasuk menghasilkan ide serta data pendukung pembuatan kebijakan yang konkret dan berkelanjutan. Momentum yang saat ini berjalan yaitu transformasi sistem kesehatan serta presidensi G20 Indonesia memberikan peluang berupa ruang diskusi bersama dengan para pemangku kepentingan terkait sebagai suatu wadah untuk mensintesis ide-ide serta masukan yang dapat turut membangun ketahanan sistem kesehatan.

Dalam forum webinar ini, hari pertama pada tanggal 27 Juli terdiri dari 3 sesi yaitu sebagai berikut:

Sesi 1: Setting the stage: What have been the Key Effects of COVID-19 dengan Moderator Bapak Ede Surya Darmawan sebagai ketua Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Ibu Diah S. Saminarsih sebagai Narasumber sebagai perwakilan dari World Health Organization (WHO) Indonesia.

Sesi 2: Key lessons around public financing of health care during the pandemic and beyond- towards creating a resilient health system dengan Moderator Lluis Vinals Torres  sebagai Regional Advisor on Health Financing and Service Delivery for WPRO, World Health Organization, dengan Narasumber yaitu Ibu Prastuti Soewondo sebagai Staf Khusus Menteri Kesehatan RI dan Ruchir Agarwal sebagai Kepala IMF Global Health and Pandemic Response Task Force, and the IMF lead on the Secretariat of the Multilateral Leaders Task Force on COVID-19.

Sesi 3: Zooming in on Building Resilient Primary Health Care dengan Moderator Jack Langenbrunner sebagai perwakilan dari United States Agency for International Development (USAID), dengan narasumber Kara Hanson sebagai Professor of Health System Economics, London School of Hygiene and Tropical Medicine, and Chair Lancet Global Health Commission on Financing PHC, Yuli Farianti sebagai Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Kementerian Kesehatan RI, dan Urban Weber sebagai Director High Impact Asia, Global Fund.

Hari kedua pada tanggal 28 Juli 2022 terdiri dari 2 sesi yaitu sebagai berikut:

Sesi 1: Role of the Private Sector towards a resilient health system? Lessons from COVID Pandemic and beyond dengan Moderator Krishna Reddy Nallamalla sebagai Country Director at ACCESS Health International, dengan Narasumber Ibu Diah S. Saminarsih sebagai Founder and President of the Board of Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Ayako Inagaki sebagai Director of South East Asia Department, Human and Social Development Division, Asian Development Bank, Ties Kroezen sebagai Venture Manager Connected Primary Care Solutions, dan Raghuram Rao sebagai Joint Director (TB), Central TB Division, Ministry of Health & Family Welfare, India.

Sesi 2: T20-TF6 Policy-Brief Draft Presentations dengan Moderator Bapak Ery Setiawan sebagai perwakilan dari Indonesian Health Economics Association (INAHEA), dengan Narasumber Bapak Abdillah Ahsan sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dan Monika Herder sebagai Program Manager Joep Lange Institute.

FORUM DISKUSI: TRANSFORMASI PEMBIAYAAN LAYANAN KESEHATAN PRIMER: UPAYA PEMBENAHAN SISTEM KESEHATAN INDONESIA

Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia (IEKI) dalam Topik 6: Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia

21 Oktober 2022

Sumber:

https://fornas.kebijakankesehatanindonesia.net/tahun-2022/reportase-topik-6-transformasi-pembiayaan-layanan-kesehatan-primer-upaya-pembenahan-sistem-kesehatan-indonesia/

Forum Nasional (Fornas) XII Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) pada hari kelima (21/10/2022) mengangkat topik “Transformasi Pembiayaan Layanan Kesehatan Primer: Upaya Pembenahan Sistem Kesehatan Indonesia”. Sesi ini dibuka oleh Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D selaku Ketua JKKI. Laksono menekankan kembali topik Fornas kali ini mengenai transformasi layanan kesehatan primer yang berfokus pada manajemen pembiayaan. Indonesian Health Economics Association (InaHEA) dan Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) turut andil dalam topik kali ini. Melanjutkan pembukaan dari Laksono, dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH, selaku Ketua IEKI, memberikan keynote speech untuk mengawali sesi pemaparan dan diskusi. Hasbullah menyebutkan bahwa konsep ekonomi kesehatan yang dimaksud mempunyai visi bahwa semua orang harus mendapatkan layanan kesehatan masyarakat tanpa harus mempertimbangkan status ekonominya (ekuitas kesehatan). Hal ini didukung dengan evidence untuk penentuan kebijakan yang menunjukkan efisiensi dan ekuitas. Layanan kesehatan primer sudah seharusnya menjadi prioritas dan perlu diperkuat sebagai salah satu soko guru sistem kesehatan.

Sesi pemaparan dan diskusi dimoderasi oleh Prastuti Soewondo, S.E., M.PH., Ph.D, selaku Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Paparan dimulai oleh dr. Ahmad Hasanudin, M.Kes., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Serang, dengan topik “Transformasi Pembiayaan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) melalui Sistem Pembayaran Belanja Kesehatan Strategis (BKS) pada Layanan Primer”. Ahmad menampilkan detail program fasilitas kesehatan yang berjalan di Serang dengan berfokus pada KIA. Kick-off meeting BKS KIA berlangsung pada 19 September 2022 dan periode pelaksanaan dimulai sejak Oktober ini. BKS KIA ini diberikan ke 17 klinik dan 8 puskesmas pengampu di 3 kecamatan, dari 6 kecamatan. Hasil akhir pembiayaan KIA melalui sistem pembayaran BKS pada layanan primer berupa terwujudnya pelayanan primer yang bermutu. Paparan dilanjutkan oleh Prof. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH, selaku Dewan Pengawas Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia/IEKI & Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dengan topik “Transformasi Pembiayaan Layanan Primer pada Program Promotif & Preventif melalui Potret Belanja Kesehatan Daerah”. Ascobat menjelaskan pencapaian kinerja kesehatan periode 2008, 2013, dan 2018. Ascobat juga menyampaikan bagaimana alokasi pembiayaan kegiatan puskesmas di lapangan. Fakta di lapangan mengarahkan pada diperlukannya transformasi pembiayaan. Ascobat menampilkan bagaimana postur APBD berdasarkan pengamatan beberapa kabupaten. Hal yang ditemukan adalah rata-rata belanja pegawai sangat besar, sehingga ruang fiskal menjadi sempit. Menutup pembahasan, Ascobat menyampaikan bahwa apapun jenis pembiayaannya, semua harus berdasarkan kinerja dan tujuan yang ingin dicapai. Paparan terakhir disampaikan oleh dr. Yuli Farianti, M.Epid, selaku Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan, Kemenkes RI, dengan topik “Implementasi Transformasi Pembiayaan Layanan Kesehatan Primer: Perluasan Paket Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Program Skrining”. Yuli memulai dengan menyampaikan report manfaat JKN melihat dari Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Pembiayaan katastropik meningkat periode 2014-2020. Pembiayaan ini menyerap 20% pembiayaan JKN setiap tahun. Potret penyakit dapat digunakan untuk menentukan fokus pemilihan skrining dalam pembiayaan JKN. Yuli menekankan bahwa perlu mencegah double budgeting dengan menentukan pembiayaan dari sumber yang ada. Yuli menambahkan bahwa diperlukan sinkronisasi visi misi pusat sampai daerah untuk mencapai harmonisasi anggaran pusat dan daerah. Sebagai penutup, kemitraan berupa kerja sama dengan swasta dan badan usaha dapat menguatkan layanan primer.

Ketiga paparan tersebut ditanggapi oleh dr. Rahmad Asri Ritonga, selaku Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Manfaat Kesehatan Primer, BPJS Kesehatan, dan Anastasia Susanto, selaku Health System Strengthening Lead, USAID Indonesia. Rahmad menyampaikan bahwa terdapat 3 hal penting, yaitu pemenuhan kebutuhan SDM, sarana-prasarana (equity), dan FKTP bermutu dan berkualitas. Anastasia menambahkan bahwa banyak alur pembiayaan layanan kesehatan sehingga dibutuhkan untuk public financial management untuk mengurangi barriers dan mengoptimalkan dana yang ada. Sebagai penutup, Dr. Adiatma Yudistira Manogar Siregar, S.E., MEconSt., selaku Wakil Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia/IEKI, menyampaikan rangkuman sesi pemaparan dan diskusi. Sesi diskusi diakhiri oleh Prastuti yang menambahkan bahwa saat ini adalah momen untuk memperhatikan preventif promotif sebagai upaya penguatan layanan kesehatan primer, khususnya untuk KIA melalui BKS, berupa program pengurangan kematian ibu dan bayi yang menjadi tugas besar.

WEBINAR UNIVERSAL HEALTH COVERAGE DAY 2022

OUTLOOK UHC INDONESIA

AKSELERASI DAN TRANSFORMASI UNTUK AKSES LAYANAN KESEHATAN BAGI SEMUA #HEALTHFORALL

Pencapaian kesehatan bagi semua (universal health coverage / UHC) tidak hanya berupa angka tetapi seharusnya menjadi refleksi merata atau tidaknya akses layanan kesehatan serta memastikan terjaminnya setiap individu untuk mendapatkan layanan kesehatan tanpa khawatir “termiskinkan”. Hal ini sejalan dengan target 3.8 Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan risiko keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses terhadap obat-obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif, berkualitas, dan terjangkau bagi semua orang. Dua indikator yaitu 3.8.1 dan 3.8.2 menjadi komponen penting dalam menilai capaian UHC yaitu cakupan layanan (3.8.1) dan perlindungan finansial bagi masyarakat (3.8.2). Melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Indonesia terus bergerak mencapai UHC dengan memperbaiki akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif
Menuju tahun 2023, pemerintah telah menyiapkan serangkaian regulasi dan program turunan untuk menjamin sustainabilitas dari upaya pencapaian UHC. Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia (IEKI) menghadirkan para pakar di bidang ekonomi kesehatan dan pemangku kepentingan terkait untuk memaparkan capaian UHC di Indonesia dan menghimpun upaya pencapaian UHC melalui akselerasi dalam transformasi layanan primer serta pengendalian pengeluaran kesehatan yang diakibatkan biaya katastropik dalam Webinar Universal Health Coverage Day 2022, Outlook UHC Indonesia: Akselerasi dan Transformasi untuk Akses Layanan Kesehatan bagi Semua - #HealthForAll. Forum ini diharapkan dapat menciptakan komitmen bersama untuk membangun ekosistem layanan kesehatan Indonesia yang kondusif, sehingga mendukung akses layanan yang berkualitas bagi semua (“Build the world we want: A healthy future for all”).